top of page
Writer's pictureTim Redaksi

KONFERENSI IBU PROFESIONAL 2019

Updated: Aug 23, 2019


Setiap masalah di dunia ini tidak akan kekurangan solusi apabila setiap orang menjadi changemaker, pembawa pembaharuan.- Bill Drayton


Kemerdekaan merupakan sebuah hal yang wajib disyukuri. Salah satunya dengan memulai perubahan terkecil dari diri sendiri.


Maka .. sudahkah Anda menjadi bagian perubahan tersebut?

Seperti apa perubahan yang ingin diraih?

Sesuaikah dengan potensi kekuatan dan kearifan lokal di sekitar?

Ada yang masih ingat kalimat di atas?


Ya, benar sekali. Kalimat tersebut adalah pembuka broadcast informasi mengenai Konferensi Ibu Profesional yang tersebar beberapa bulan lalu. Mengambil tema Synergy for Change, konferensi ini diharapkan akan menjadi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas.

Jadi setelah tiga hari ini kita melalui sesi demi sesi, sudahkah pertanyaan-pertanyaan itu terjawab?


Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, mari kita sedikit melakukan kilas balik dari kegiatan demi kegiatan yang telah dilakukan selama tiga hari ini.


Jum’at siang yang istimewa, Sahid Jaya bergetar penuh dengan semangat menyambut kehadiran para perempuan istimewa. Tidak hanya dari Jawa, ada pula yang jauh-jauh hadir dari bumi Sumatera, Sulawesi bahkan terbang lintas negara. Mengenakan kostum-kostum dengan desain etnik yang unik. Memberikan persembahan terbaik.

Tentu saja panitia pun tak ingin kalah memberikan jamuan terspesial. Beberapa panitia dengan wajah putih dengan goresan warna-warni menyambut tamu-tamu spesial. Dilanjutkan dengan tarian yang disajikan oleh Sanggar Tari Inem Yogya yang mampu memecahkan suasana semakin meriah. Bukan hanya para penari cilik dan Inem yang bergoyang mengikuti irama, namun juga semua peserta yang hadir.


Setelah rangkaian acara pembukaan yang memikat hati dan melejitkan semangat hingga ke level tertinggi, sesi pertama digebrak dengan kisah Dyah Made Agustina alias Inem Yogya yang luar biasa inspiratif.


“Jadilah diri sendiri, lakukan apa yang ingin dilakukan selama itu bermanfaat. Jangan pernah takut mencoba sesuatu yang baru, selama itu bermanfaat. Jika kita niatkan untuk sesuatu yang bermanfaat, kita akan dipertemukan oleh Tuhan dengan orang-orang baik. Tidak perlu menjadi seperti Inem yang edan dan tidak waras, jadilah versi terbaik diri sendiri masing-masing.”


Sebuah insight dari 30 menit bersama Inem Yogya.

Sesi kedua tidak kalah menariknya. Dibuka dengan tiga pertanyaan oleh Sumitra Pasupathy, narasumber dari Ashoka;

1. Kapan pertama kali kamu melakukan hal baik untuk dirimu sendiri?

2. Kapan pertama kali kamu melakukan hal baik untuk orang lain?

3. Kapan pertama kali kamu melakukan hal baik untuk diri sendiri dan orang lain saat remaja?


Tiga pertanyaan yang berhasil membuat seluruh peserta mulai mengingat hal-hal baik apa saja yang pernah dilakukan. Sudah adakah atau belum pernah melakukan sama sekali?

“Jika sudah, maka mari lanjutkan hal-hal baik itu. Jika belum, mulai hari ini, ayo lakukan perubahan. Mulai dari langkah kecil yang bisa kita lakukan! Dunia memanggil kita untuk menjadi pembaharu.”

Jika young fellows dari Ashoka yang usianya masih belasan saja bisa membuat perubahan, kita - para ibu dan calon ibu - pasti juga bisa mendobrak benteng dan menciptakan perubahan.


Sesi demi sesi di hari pertama telah membawa energi terbarukan di dalam jiwa. Namun sesi terbaik tentu saja disimpan di akhir. Sesi bersama founder Ibu Profesional, Ibu Septi Peni Wulandani, semakin menyuntikkan semangat yang sepertinya bisa menjadi simpanan energi dan dorongan bergerak hingga beberapa tahun ke depan.

“Kunci dari pergerakan perempuan adalah teman-teman harus mau bergerak terlebih dahulu. Jangan lihat terlalu jauh. Melihat terlalu jauh akan membuat diri kita tidak ada apa-apanya. Lihatlah lebih dekat kepada diri kita. Jangan terlalu sering mengaca pada orang lain, berkacalah pada diri sendiri. Sesungguhnya setiap perempuan memiliki pergerakannya masing-masing. Ciri perempuan bergerak lainnya; tidak peduli apakah teman-temannya ikut bergerak atau tidak. Allah tidak memampukan orang yang mampu bergerak, tapi yang mau bergerak.”

***


Hari kedua, hari terpadat namun juga hari yang lebih bersemangat. Karena di hari kedua ini, tidak hanya peserta Full Conference yang hadir, namun juga disempurnakan dengan kehadiran para peserta Side Event dan One Day Conference. Hari kedua yang bertepatan dengan Hari Kemerdekaan ke 74 bangsa tercinta bagaikan etalase yang memaparkan the best products. Para pemenang Call for Papers mempresentasikan ide-ide mereka yang luar biasa.


Diawali dari sharing Hijrah Nol Sampah oleh mbak Efi Femiliyah dari IP Jakarta. Perjalanan mbak Efi tentu menginspirasi siapapun yang hadir untuk lebih bijak dalam mengelola sampahnya, demi Indonesia yang lebih sehat dan nyaman.


Dilanjutkan sebuah presentasi dari Tim KLIK - Kampanye Anti Bullying dari IP Semarang. Seharusnya materi disampaikan oleh mbak Sri Indahyani, namun beliau tidak bisa hadir dan akhirnya diwakilkan oleh Marita dan Hessa Kartika. Menjadi bagian dari perubahan dengan menjaga generasi-generasi muda dari kekerasan, karena kekerasan bukanlah solusi dari semua masalah.


Sesi Bincang Bernas #3 disajikan oleh Mata Aksara, pasangan suami istri Pak Nuradi dan Bu Heni berbagi tentang perjalanan mereka menjadi penggiat literasi. Tagline Mata Aksara nampaknya bisa menggelorakan sesiapa saja yang mencintai literasi,

“Dari Buku Menjadi Karya & Nyata (berbuat nyata), Nglakoni (berperan), Migunani (berguna).”

Sesi berikutnya, ada Cahaya Saujana #1 bersama mbak Puspaning Dyah (Sasha).

Jangan pernah menunda berbuat baik dan menjadi orang baik.”

Di sesi Cahaya Saujana #2, kita kehadiran tamu istimewa; ibu Noor Liesnaini Pamella, yang merupakan owner dari Pamella Supermarket. Bermula dari warung yang hanya menjual tak lebih dari 100 barang menjadi supermarket dengan 9 cabang.

Ibu Noor tidak hanya berbagi tips berbisnis, namun juga bagaimana menyeimbangkan antara karir di ranah publik dan domestik. Salah satunya yaitu patuh pada wejangan suami. “Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan.” Kalimat sederhana yang begitu menghunjam jantung bagi kita yang selama ini mungkin masih sering dipusingkan dengan masalah satu dan lainnya.


Berbicara tentang masalah, maka perempuan tidak bisa berhenti dari curhat. Mbak Elsy Junilia dalam proyeknya “Konseling Berperspektif Gender” mengharapkan bahwa komunitas IP bisa menjadi sebuah agen yang membantu para wanita Indonesia yang memiliki kesehatan mental.


Tak berhenti di sini, perempuan hebat lainnya berbagi di sesi Tangan Terampil #1, mbak Uswatun Hasanah yang mampu mencuri perhatian kita semua dengan demo pembuatan Eco Enzyme. Sebuah proyek sebagai bagian dari menjaga lingkungan, mengolah sampah menjadi berkah. Berbekal keyakinan bahwasanya tidak ada yang sia-sia dari ciptaan Allah. Semua pasti memiliki manfaat.


Setelah beristirahat kurang lebih satu jam, Konferensi Ibu Profesional dilanjutkan dengan kehadiran Ustaz Yazid dari Jogokariyan yang mampu membuat semua peserta dan panitia menahan nafas. Terkagum-kagum atas semua hal inspiratif yang mampu membuat Jogokariyan besar seperti sekarang.

“Masjid harus selalu menjadi solusi. Masjid harus memakmurkan dan menjadi pelayan masyarakat selama 24 jam setiap harinya.”

Bukan hanya ustaz Yazid yang membuat kita berdecak kagum dan mungkin mulai memikirkan perubahan-perubahan apa yang bisa dilakukan, namun juga enam nama dari kandidat changemaker berikut ini; Mbak Fitriani Sri Winarsih, Mbak Imas, Ika Pratidina, Hilda Lu’luin, Yuni Astuti dan Ressy Laila. Enam nama yang dipilih dari 100 changemaker di seluruh Indonesia. Membuktikan bahwa perempuan pun bisa berkarya dan menjejakkan sebuah perubahan. Dari mana perubahan yang bisa dilakukan perempuan? Tidak perlu jauh-jauh, semua bisa dilakukan mulai dari rumah. Sebagaimana mbak Restu Anjarwati melakukannya dengan cara menyusun menu belajar anak sesuai STPPA. Tidak ada anak yang menolak diajak bermain bersama orangtuanya.


Anak yang selalu diajak bermain bersama orangtuanya akan memiliki ikatan yang lebih kuat dengan orangtuanya. Dalam agenda bermain anak, sejatinya anak-anak pun belajar. Salah satunya belajar tentang how to solve a problem. Menjadi problem solver adalah ciri dari generasi pembaharu. Mbak Puri Fitriani telah membuktikannya bagaimana mengajarkan anak ask to solve memberikan banyak manfaat yang luar biasa.


Malam hari adalah waktu terbaik untuk menutup hari dengan sajian terbaik. Perempuan yang berani melakukan perubahan adalah perempuan berdaya. Jika ingin menjadi perempuan berdaya, ingat selalu pesan pak Dodik Mariyanto,


“dream it, do it, share it and grow it!”


Millions of Dreams mengalun merdu dari bibir mbak Ike Pratiwi, menutup malam dengan keharuan sekaligus mengembangkan jutaan mimpi yang siap diraih oleh tangan-tangan perempuan hebat yang hadir di sini.


***


Dan hari ini, pertemuan harus ditutup. Ditutup bukan berarti sebuah perpisahan, karena pertemuan hari ini adalah gerbang dari pertemuan-pertemuan hebat selanjutnya.

Ilmu dari bu Tri Mumpuni semoga semakin melengkapi keistimewaan sesi demi sesi yang telah berlangsung. Dan juga mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di kepala teman-teman hingga memutuskan hadir di ruangan ini.

Mengutip dari narasi kemerdekaan yang kemarin sudah dibacakan,

Sebenar-benarnya kemerdekaan adalah menjadi pemimpin bagi diri sendiri, sebelum memimpin orang lain. Sebenar-benarnya kemerdekaan adalah berkolaborasi sepenuhnya dengan jiwa raga sendiri, sebelum berkolaborasi dengan orang lain.
menuju synergy for change.. mari satukan hati, jiwa dan pikiran bahwasanya kita adalah para agen perubahan.
Tak perlu menunggu menjadi pohon besar untuk memberi keteduhan,
Mulai dari hal sekecil apapun yang bisa kita lakukan.

Foto bersama peserta dengan founder



Semoga Konferensi Ibu Profesional 2019 bisa memberikan jawaban, solusi dan semangat untuk menuju dunia yang lebih baik.


Selamat datang para perempuan pembaharu!

193 views0 comments

Comments


bottom of page