top of page
Writer's pictureAyu Kartikasari

Ibu: Sebuah Kontemplasi

Selalu tak pernah menemukan kata yang paling tepat untuk mendeskripsikan seorang Ibu. Apakah malaikat tanpa sayap? Koki dengan masakan paling sedap? Bahu ternyaman tempat bersandar? Ah rasanya berkali lipat lebih dari itu.


Kerelaannya mengandung lebih dari 9 bulan dalam rahim yang dianugerahi Sang Pencipta kekuatan untuk menyimpan salah satu makhluk sempurnyaNya. Keikhlasan memberi air dengan sejuta manfaat dan menyapihnya hingga sang anak berusia dua tahun. Kasih sayang tanpa batas yang selalu dicurahkan, ketika dunianya berubah haluan ke mungil yang ia bawa ke dunia.


Al Quran pun memberi tempat lewat surah An Nisa, Rasulullah pun menitipkan Ibu sebagai orang yang diutamakan, tiga kali lebih utama daripada Ayah.


Bahkan mereka bilang: Al ummu madrasatul ula. Ibu adalah madrasah pertama, tempat pertama bagi anak meniti bekal kehidupan.


Mau melihat kebelakang sebentar?



Sebelum ia menjadi Ibu, ia seorang gadis. Dengan mimpi, kebebasan, kebahagiaan yang tidak dituntut oleh siapapun, dijaga dan disayangi oleh orang-orang terhebat. Hingga dititik ia mau dan mampu menyerahkan hidupnya untuk generasi baru, menjalani peran dan fitrahnya selain menjadi seorang anak perempuan.


Memang tidak ada kata yang paling pantas buatmu Ibu. Selamat Hari Ibu, Ibukkk... Meskipun banyak disana mengatakan bahwa Hari Ibu tidak hanya dirayakan tanggal 22 Desember, meskipun banyak disana mengatakan bahwa Hari Ibu dirayakan setiap hari, dan lain sebagainya.


Selamat Hari Ibu, Ibuk. I couldn't stand a day without your hug. The warmest, the most comfortable, the safest place even when I'm buried down alive. Dan sekarang ketika anak perempuanmu tumbuh dewasa, mulai memahami dan belajar peran sebagai seorang Ibu, yang kutahu butuh ketangguhan luar biasa, kesabaran yang tak pernah terlihat batasnya, dan kasih sayang yang seakan tak pernah habis.


Ada yang mengatakan bahwa generasi selanjutnya harus lebih baik. Ibu, anak perempuanmu ingin menjadi lebih baik tanpa meninggalkan jejak-jejak kebaikan yang kau tanamkan dan jejak-jejak kebaikan para perempuan pendahulu kita.


Dulu memang anak perempuanmu terlalu takut hanya menjadi ibu rumah tangga yang diam di rumah. Dulu, anak perempuanmu terlalu suka dengan kehidupan diluar sana. Namun Allah menggores cerita lain, yang tak pernah terbayangkan.


Meskipun masih dalam penantian, sebelum ada laki-laki yang tak pernah kau tahu sebelumnya dan akan memanggilmu dengan sebutan Ibu. Rasa-rasanya ini seperti anugerah, diberikan waktu oleh Sang Maha Segalanya untuk membekali diri.


Didiklah anak sesuai zamannya, begitu yang diucapkan oleh Rasulullah. Entah di zaman apa ketika anak perempuanmu telah bertransformasi menjadi seorang Ibu, sama sepertimu. Akhir zamankah? Ketakutan tidak luput membayangiku, Bu. Tapi diatas segalanya, keyakinan bahwa Allah Ta 'ala akan menyertai hamba-hambaNya yang berbuat kebaikan perlahan merobohkan ketakutanku.


Allah hadirkan kumpulan orang-orang baru yang memberi makna. Allah jua mengambil sebagian kecil dari mereka untuk memberi pelajaran. Allah membawa diri ini ke pusaran kebahagiaan, kesedihan, kebangkitan, keterpurukan, kerelaan, kekecewaan untuk menempa diri yang bercita-cita menjadi madrasah utama untuk anak-anaknya.


Rabbi habli minas sholihiin, doa yang insyaa Allah tak pernah luput kupinta bahkan tanpa tahu kapan diri ini menjadi orangtua.


Terdengar aneh ya Ibu? Dulu yang terlontar dari mulutku hanya cerita tentang banyaknya tugas kuliah, teman-teman dengan berbagai perangainya, laki-laki yang datang pergi mendekati. Dan sekarang tahunya... Karena didunia hanya sementara, akhirah lah tempat kembali. Seperti kata Ibu: "Kejar akhirah, dunia pasti mengikuti"


Ada dua hal yang jauh terhujam didalam hati dan kelak aku juga ingin memilikinya Bu, kesabaran dan keikhlasan. Mungkin ibu-ibu lain juga memilikinya, entah seberapa besar kadar sabar dan ikhlas mereka terhadap sesuatu namun kesabaran dan keikhlasanmu menjawab tanpa perlu berbicara, menjelaskan tanpa perlu menyangkal Bu.


Perkataanmu, perangaimu tak pernah membuat anak-anakmu terluka. Bahkan pukulan pertama kali yang kudapat bukan darimu, tapi dari tangan jahil teman-temanku. Tanganmu hanya tahu membelai dan merawat. Aku juga ingin seperti itu Ibu.


Dan kumpulan nilai lain dari kehidupan yang perlahan mengisi, kumpulan pengalaman yang mampu menjadi sebaik-baiknya guru, orang-orang yang hadir dan pergi dengan tujuannya. Kebaikan yang ditorehkan dalam kehidupan. Serta hal-hal lain yang belum mampu aku tuliskan disini.


Menjadi Ibu...


Karena bukan tentang menimang bayi yang lucu, namun menjalankan amanah yang diberikan kepada hambaNya oleh Sang Kuasa, yang dinilai dan dihisab kelak di hari pertanggungjawaban hanya oleh Nya. Karena Allah Ta 'ala benar akan memampukan yang terpanggil bukan sekedar memanggil yang mampu. Karena Allah mempercayai kesanggupan hambaNya bahkan saat hambaNya merasa tak mampu.


Selamat Hari Ibu teruntuk Ibuku sayang, teruntuk para Ibu hebat diluar sana, dan teruntuk perempuan-perempuan tangguh pencari ilmu guna memantaskan diri menjadi Ibu, madrasah pertama dan utama bagi anak-anak...


72 views0 comments

Comments


bottom of page