Suatu hari keponakan saya yang berumur 7 tahun berkata saat diberi makanan, "Kok cuma telur?" kemudian saat diberi makanan lain, ia makan sambil tengkurap. Di lain waktu, dia tiba-tiba memukul kepala saya dengan maksud mengajak bermain. Lain halnya saat saya melakukan suatu hal yang salah dia berucap, "Pintar ga sih?". Hal tersebut membuat saya geram, tapi saat saya bertanya kenapa dia melakukan hal itu, jawabannya membuat saya miris, "Aku tidak tahu kalau itu salah". Saya berfikir mengapa sampai dia tidak tahu. Apakah orangtuanya tidak mengajarkan? saya rasa tidak, karena setiap hari dia diajarkan tentang apa yang baik dan yang salah, orang tuanya juga berusaha menjadi teladan yang baik. Apakah anak ini tidak bisa menangkap yang dimaksud orang tua? saya rasa juga tidak.
Ponakan saya tersebut termasuk anak yang cerdas apalagi dengan mudahnya arus informasi melalui gadget membuatnya mudah untuk mengetahui sesuatu. Setiap hari dia menonton youtube, seringkali tentang tutorial bermain game dan kadangkala tentang fakta-fakta unik atau tutorial membuat sesuatu. Dia termasuk salah satu dari banyak generasi digital native yang gadget addicted. Sulit untuk melepaskannya dari smartphone, setiap hari dari bangun tidur sampai tidur lagi dengan smartphone. Sehingga saya berfikir smartphone itu egois, dia hanya ingin dirinya yang pintar dan membuat orang lalai. Beberapa kegiatan yang dia senangi tanpa gadget adalah bermain sepeda dan dibacakan buku cerita.
Karena itu, saya terkadang membacakannya buku cerita agar bisa menginternalisasi nilai-nilai dengan lebih mudah, melepaskan sejenak sang anak dari gadget, dan sarana melekatkan bonding kami. Namun, saya merasa kesulitan mencari buku cerita tentang adab, mulai dari adab makan, adab terhadap orang tua dan orang yang lebih tua, adab bertamu, adab belajar, dan lain sebagainya. Apalagi buku cerita tentang adab dalam Islam yang mudah diterima dan disukai anak. Kebanyakan adalah buku tentang kisah nabi atau orang saleh yang di dalamnya ada pembelajaran tentang adab tetapi adab tersebut tidak menjadi titik point dan terstruktur.
Saya rasa ini bukan hanya masalah saya, tetapi juga masalah banyak orang tua yang kesulitan dengan anaknya yang kurang sopan santun dan tidak bisa lepas dari gadget. Saya kemudian berpikir kenapa tidak saya yang membuatnya? Saya bukan ulama yang sanggup membuat kitab tentang adab, bukan juga psikolog yang mampu menerapi anak yang gadget mania, bukan juga peneliti yang membuat penelitian tentang pola tingkah anak dan kemunduran etika Kids Jaman Now. Tetapi, jika menggabungkan hasil dari itu semua kedalam sebuah cerita anak InsyaAllah saya sanggup. Dengan dilatarbelakangi background pendidikan sebagai pendidik dan pernah membuat buku tentang adab makan orang Melayu Pontianak dengan judul "Saprahan: Pontianak Aesthetic Tradition", semoga Allah meridhoi dan memberikan saya kekonsistenan dalam menulis cerita anak dengan tema besar adab dan dimulai dengan adab makan dalam setahun kedepan. Saya ingin buku yang saya buat bisa termanfaatkan secara luas tidak hanya untuk ponakan saya tetapi juga untuk banyak anak Indonesia dan anak saya kelak.
Untuk memaksimalkan langkah saya, maka saya membuat timebound untuk diri saya sendiri:
januari-februari: menambah referensi bacaan tentang adab saat menerima rezeki dan saat makan; halal/haram/sunnah dalam makan; adab menjamu makan tamu; ilmu kesehatan seputar makanan; isu sosial dan ilmu psikologi seputar karakter anak Digital Native; dan kisah-kisah seputar tema.
maret: membuat rangka cerita
april-mei: membuat first draft sambil mengobservasi lingkungan
juni: riset ttg buku cerita anak
juli-agustus: membuat second draft sambil meminta ilustrator membuat visual element
september-oktober: meminta editor atau pakar mengoreksi buku tsb, dan mencobakan ke beberapa anak
november: final draft
desember: publish
Semoga Allah meridhoi niat baik saya, semoga Allah menghilangkan rasa malas dan ketidakdisiplinan saya, dan semoga anak-anak Indonesia semakin baik akhlak dan adabnya.
Comments