Perjalanan kami ke Belitung pertengahan bulan ini menyadarkan saya; agar mampu menemukan makhluk yang bernama kreativitas, saya harus menemukan kawannya terlebih dahulu. Mereka adalah pikiran positif, empati dan kemandirian. Tanpa teman-teman yang menyertainya, kreativitas tidak akan serta-merta muncul memberi solusi.
⋊⋉---ᕘᕚ---⋊⋉
Pekan kedua bulan November. Kami mengajak keempat orangtua kami yang telah berusia lebih dari 60 tahun untuk ikut berlibur sejenak keluar pulau Jawa. Orangtua suami, karena domisilinya jauh dari bandar udara, diputuskan untuk berangkat bersama kami.
Dan ternyata, ada kejadian di luar rencana. Ibu mertua, ketika sampai di Depok, bercerita bahwa beliau tidak membawa KTP ataupun dokumen yang bisa menunjukkan identitas diri. Beliau menuturkan, malam hari ketika beliau mengepak koper untuk persiapan menuju Depok, rupanya adik ipar saya mengusulkan untuk menyimpan dokumen penting di rumah.
"Bu, surat-surat penting ditinggal mawon nggih, ngko ndak kececer" sarannya agar dokumen identitas tidak hilang di tengah jalan.
Dan ibu mertua saya, dengan polosnya melaksanakan anjuran tersebut.
Panik, adalah kata pertama yang terbersit di pikiran saya.
Kok bisa dokumen sepenting KTP tidak dibawa?
Bagaimana nanti bisa check-in pesawat bila tidak bisa menunjukkan KTP?
Adik ipar saya gimana sih? Kok ceroboh sekali memberi rekomendasi.
Ya, detik pertama, saya mengambil sikap menyalahkan.
Astaghfirullah. Menyalahkan tidaklah sama dengan mengkritisi. Ada emosi negatif yang melekat. Alhamdulillah saat itu saya masih mampu menahan pikiran-pikiran negatif itu hanya sebatas pikiran, belum sampai ke lisan dan perbuatan.
Tatkala itu, sama sekali tidak ada solusi yang mampir.
Setelahnya, saya menghabiskan beberapa menit berikutnya untuk mencoba menata ulang pikiran positif. Saya berusaha mengenakan kacamata beliau. Saya berusaha membayangkan berada di posisi beliau. Bingung, tidak enak, serba salah, takut ditinggal di tempat asing yang bukan rumah.
Tepat di saat itulah, saya berada di tahap berempati.
Ketika pikiran positif telah bergandeng tangan dengan empati, saat itulah ide dan solusi bermunculan seperti berondong jagung yang meletup-letup bersamaan.
Beruntung, saat ini teknologi sudah mendukung pengiriman teks dan gambar secara instan dan gratis via whatsapp. Dan beruntung pula, istri adik ipar adalah perempuan yang dapat dipercaya dan cerdas. Ia bisa dimintai bantuan untuk mengirim foto KTP ibu mertua via whatsapp. Foto tersebutlah yang kemudian dicetak untuk dijadikan bukti identitas diri.
Alhamdulillah kreativitas dalam menduplikasi identitas diri tersebut dimaklumi petugas bandar udara, dan kami diijinkan berkendara dari dan menuju Soekarno-Hatta.
⋊⋉---ᕘᕚ---⋊⋉
Nasib dalam kehidupan tidak pernah beruntung oleh sifat yang suka mengeluh atau menyalahkan. Dengannya, saya tidak akan mengatasi apapun. Pun, tidak mengubah keadaan. Merubah pola pikir menjadi positif hanya bisa dilakukan dengan mengubah diri saya sendiri, bukan orang lain.
Dan rupanya, bahan baku kreativitas hanyalah sikap positif.
Berdampingan dengan empati dan kemandirian, kreativitas mampu menjadi solusi mumpuni.
Hidup memang penuh dengan kejutan. Sayalah yang memilih sikap-sikap apa yang saya miliki saat ini.
Sumber tulisan:
Pengalaman pribadi
http://cerita.maharku.com/2017/11/berpikir-kreatif.html
Comentários